Komunikasi Produktif: Inhale-Exhale
Menjadi ibu dari 3 (tiga) anak laki-laki membuat saya banyak
belajar hal baru. Saya harus menyesuaikan diri agar mereka mendapatkan
perhatian dan kasih sayang yang cukup. Walaupun terkadang lelah, apalagi si
adik yang ketiga baru berumur sebulan yang membuat saya banyak terjaga di malam
hari, namun ketika melihat anak-anak yang bahagia dan tumbuh sehat membuat rasa
lelah itu terkesampingkan.
Saya sangat berempati dengan para ibu yang mengalami baby blues karena awal-awal kelahiran
bayi memang membutuhkan energi yang cukup besar, termasuk support dari sekitar. Saya juga salut kepada para ibu yang tanpa
bantuan mengurus bayi dan rumahnya, mereka luar biasa. Saya pernah membahas ini
bersama suami, dengan harapan suami bisa lebih mengerti jika saya mulai
uring-uringan berarti saya butuh bantuan atau support yang lebih darinya. Selama cuti melahirkan ini, saya sering
‘titip oleh-oleh’ jika suami pulang kerja. Dan baru saya sadari yang paling
sering saya pesan adalah cake atau
kue-kue manis. Hahaha...makanan manis
memang bisa membuat mood menjadi
lebih manis.
Lalu, apa
hubungannya dengan komunikasi produktif?
Kondisi lelah ataupun mood
yang sedang tidak baik tentu sangat berpengaruh terhadap cara
berkomunikasi. Saya sadari terkadang saya menjadi tidak sabar kepada kedua anak
saya yang lebih besar, yang tentu saja setelahnya saya menjadi merasa bersalah.
Saya memang masih harus banyak belajar untuk bisa lebih sabar, untuk lebih bisa
mengendalikan emosi di saat seperti itu. Komunikasi tentu akan menjadi tidak
efektif dan tidak produktif jika kita tidak bisa mengendalikan emosi.
Pada game Komunikasi
Produktif ini, saya terus mengingat kaidah
7-38-55 agar saya tetap bisa mengendalikan
intonasi suara saat berkomunikasi terutama dengan anak-anak, yang lebih
banyak menghabiskan waktu bersama saya selama cuti melahirkan ini.
Contohnya seperti tadi malam, si kecil rewel sekali, tidak
mau tidur, sedangkan suami masih belum pulang dari kantor. Itu artinya, saya
harus mengurusi ketiga anak saya sendirian. Saya berusaha mengendalikan emosi
agar tidak panik dan kemudian saya sampaikan pada mereka bahwa adiknya sedang
tidak enak badan. Harapannya, mereka bisa kooperatif.
Saya menyampaikan apa
yang saya inginkan,
“Ajo..Paduka, adek kan
lagi rewel..ibu minta kalian jangan terlalu ribut ya, nanti ibu bingung
apalagi ayah kan belum pulang”
Saya juga kemudian memberikan
pilihan kepada mereka,
“Mau di kamar ini dengan ibu tapi ga boleh mainan karena bakal berisik atau main dulu di luar
sambil nunggu ayah pulang?”
(Anak-anak
tidur di kamar mereka sendiri, tetapi harus diantarkan dulu sampai mereka tidur)
“Mainan dulu di
luar, buuu”, pilih mereka.
“Oke, mainnya yang
bagus ya, bareng-bareng”
See...emosi
sungguh memainkan peranan penting dalam berkomunikasi karena akan berpengaruh
terhadap intonasi suara dan bahasa tubuh kita. Syukurnya, tadi malam anak-anak
mau menuruti permintaan saya. Jadi, harus lebih semangat belajar mengendalikan
emosi. Inhale....exhale :)
Ini si adiknya di-massage pagi tadi, perutnya kembung. “Semoga sekarang lebih baik rasanya ya dek, malam ini tidur nyenyak, dan besok pagi kita sama-sama lebih fresh. Ajo dan paduka juga pasti senang karena bisa bermain sama-sama lagi”.
#hari10
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
@institut.ibu.profesional
Komentar
Posting Komentar