Topeng


Ada pertunjukan teater tadi malam.  Monolog “Topeng”.

Sempat ragu untuk memesan tiketnya karena suami sedang tugas keluar kota. Tapi karena suami sudah mengizinkan dan ibu saya juga tidak keberatan saya titipkan anak-anak sebentar, jadilah saya berangkat menyaksikan pertunjukan tersebut. Saya berharap pertunjukan akan dimulai tepat waktu dan anak-anak aman sampai saya pulang. Rupanya harapan saya tidak terkabul, pertunjukan sedikit molor dan di tengah-tengah pertunjukan anak saya beberapa kali menelepon meminta saya pulang.

Akhirnya saya tidak menyaksikan pertunjukan tersebut hingga selesai. Saya bergegas pulang. Dan....ketika sampai di rumah, anak-anak sudah terlelap tidur :D

Sebenarnya saya sangat tertarik dengan judul monolog tersebut. Topeng. Tapi belum ada yang menceritakan kepada saya potongan pertunjukan yang saya lewatkan tadi malam itu. Padahal karena judul teater monolog itu, jadi banyak hal yang tiba-tiba saya pikirkan.

Ingat lagu ini?
“Tapi buka dulu topengmu..buka dulu topengmu.
Biar kulihat warnamu...kan kulihat warnamu”
Iya, lagunya Noah (Peterpan) :D

gambar dari makeuseofdotcom

Topeng.
Beberapa orang mungkin mengatakan mengenakan topeng ketika berhadapan dengan orang lain itu berarti munafik. Kita seharusnya menjadi diri sendiri karena mengenakan topeng itu sangat melelahkan.

Tapi saya jadi teringat dengan istilah persona, yang digunakan dalam dunia psikologi. Kalau tidak salah Carl Gustav Jung yang mengungkapkan teori tentang itu. Masih inget diket-dikit lah ya :D

Persona itu topeng yang dikenakan dalam kehidupan sosial (ketika berinteraksi dengan orang lain), atau bisa dikatakan wajah kepribadian yang ditunjukkan kepada lingkungan agar dapat diterima dan dihargai.

Berapa banyak topeng yang kita punya?

Karena setiap topeng menyesuaikan dengan situasi atau individu tertentu, berperan sebagai apakah kita, sehingga seseorang bisa saja memiliki banyak topeng yang bisa dikenakannya.
Seringkali peran yang kita jalankan tidak sesuai dengan keinginan ataupun kepribadian kita, sehingga mengenakan topeng tertentu akan membuat kita merasa tidak nyaman. Kita tidak bisa menunjukkan diri kita yang sebenarnya.

Topeng sosial atau persona ini sebenarnya bermanfaat untuk beradaptasi dengan lingkungan. Tanpanya, kita dapat kesulitan dalam mencapai tujuan yang berkaitan dengan kesan positif dari orang lain. Dalam kehidupan sosial, tentu kita memiliki tuntutan peran, sebagai apakah kita. Apakah sebagai pelajar, karyawan, kepala keluarga, anggota masyarakat, dan lain sebagainya. Persona inilah yang dikenakan untuk memenuhi tuntutan-tuntutan peran tersebut.

Namun, persona pun dapat menimbulkan konflik baik bagi diri sendiri maupun dengan orang lain. Ketidaknyamanan seseorang mengenakan salah satu topeng karena sangat tidak sesuai dengan harapan dan kepribadiannya lama kelamaan akan berkelanjutan mengganggu psikisnya, bisa jadi depresi. Selain itu, kekhawatiran akan penilaian orang lain pun dapat membuat seseorang enggan untuk melepaskan personanya, sehingga selalu mengikuti orang lain, menyesuaikan dirinya agar sama dengan lingkungannya. Lalu, setelahnya bisa lupa atau bahkan memang tidak tahu apa yang sebenarnya diinginkannya.

Jadi, karena kita masih bisa menyadari diri kita ketika mengenakan topeng maka tentu harus ada waktu bagi kita untuk melepas persona kita, melepas topeng kita. Waktu di mana kita dapat menjadi diri sendiri, yaitu ketika kita bersama dengan orang-orang terdekat kita yang mau dan dapat menerima diri kita yang sebenarnya, apa adanya. Orang-orang terdekat kita ini juga yang dapat membantu mengontrol kita, terutama ketika kita sudah terlalu terbiasa mengenakan topeng dan nyaris lupa dengan wajah kita sendiri.


Ini tentu saja bukan artikel psikologi, tidak ilmah tidak teoritis. Hehehe.. Sekedar curahan pikiran dan hati saya karena terinspirasi dari judul teater yang tidak tuntas saya saksikan. Semoga bermanfaat, paling tidak mengingatkan diri saya sendiri untuk tetap mengendalikan topeng sosial yang saya kenakan dan untuk tetap mengingat wajah sendiri.

Oya, saya jadi ikut sedih jika seseorang harus mengenakan persona nya terlalu lama terlalu sering. Ummhh..pencitraan lah ya bahasa kerennya sekarang ini. Semoga dia tidak lupa dengan wajah aslinya ya, semoga dia bahagia.  

Komentar

Postingan Populer